Simthudduror yang telah banyak dikenal di Pekalongan sebagai salah satu bagian dari seni musik ritmis non melodis.Banyak berkembang di posisi pantai utara.
Perkembangan Duror di Kota Pekalongan berawal dari mulai tahun 1982. Dimana saat itu hanya dengan bacaan kitab Maulid Simthudduror dan pada tahun-tahun berikutnya ada perubahan dengan Rebana Genjring, yang mana rebana genjring ini telah ada lama di pekalongan dan menjadi rebana asli kota pekalongan. Pusat perkumpulan berkumpul di Masjid Wakaf Jl.Surabaya Pekalongan.Pada tahun 1984-an , pada saat ada acara Hial Al Habib Ahmad bin Abdul Al Atas di Sapuro Pekalongan ada acara arak-arakan rebana Banjar yang dibawakan oleh Jam’iyyah Maulid Al Muhibin dari TulungAgung Jawa Timur yang notabene adalah masyarakat kaum banjar,Banjarmasin Kalimantan Selatan yang bermukim di jawa. Akhirnya jamaah Maulid Pekalongan belajar kepada jam’iyyah Al Muhibin Banjar perwakilan di Semarang.
Dari hasil bacaan ini kemudian dikembangkan di pekalongan dengan sedikit penambahan dan variasi-variasi perpaduan Simthudduror rebana Banjar dan Simthudduror rebana Pekalongan. Perpaduan seni Banjar dan Pekalongan inilah yang kemudian berkembang dan lebih dikenal dengan seni Rebana Simthudduror.
Jadi “Duror”,adalah sebuah hasil karya seni paduan dua ritmis rebana dari Banjar dan Pekalongan.Pengambilan nama diambil dari nama kitab Maulid yang dibaca yaitu Kitab Maulid Simthudduror.
KEUNIKAN MUSIK
Keunikan Pada Alat Rebana
Seni rebana Simthudduror memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan seni rebana lain.Keunikan ini adalah sebagai berikut :
a.Jumlah rebana pokok yang dimainkan berjumlah 4 buah.
b.Ukuran rebana berdiameter 30 – 32 cm dengan bunyi atau suara yang sama.
c.Tiap – tiap rebana memiliki rumus pukulan yang berbeda – beda.
d.Nama-nama jenis pukulan / ketukan tersebut adalah merasuk,bergenjring,golong I dan golong II.
e.Masing-masing pukulan / ketukan saling berkaitan sehingga menghasilkan perpaduan ritmis yang dinamis.
f.Memiliki aturan baku atau pakem.